Komunitas
Family Of Punk Pacitan menyelenggarakan sebuah event musik yang
bertajuk punk. Festival ini dihadiri band punk lokal dari Jogjakarta,
Jawa Timur dan Jawa Tengah. Antara lain Magelang, Semarang, Sukoharjo,
Wonosari, Borobudur, Muntilan, Purwodadi, Ponorogo, Pacitan, Trenggalek,
Malang, Kediri, dan juga Jogja. Dari Trenggalek sendiri hadir SRIE
KOESWATIE. Festival ini diharapkan dapat menjadi ajang berkumpul bagi
mereka anak-anak yang masih melawan penindasan tentunya. Festival ini
diselenggarakan di pantai Teleng Ria, Kabupaten Pacitan. Untuk lebih
jelasnya lihat brosur yang ada di samping ini. Ikuti, dan dijamin
seru.!!!
Dipostkan oleh: Jati P.D
MARJINAL
Komunitas Marjinal lahir tidak lepas dari kondisi masyarakat yang tertindas. Dan perlu diketahui bahwa Marjinal tidaklah sebuah group band (walaupun rockstar semuanya he he hee) tetapi Marjinal lebih mengaktualisasikan dirinya debagai komunitas.
Marjinal juga terkenal sebagai Taring Babi, AFRA (Anti Fasis Anti Rasis), dan Tempe Quality. Ini mempunyai arti bahwa mereka ingin menghancurkan system kepakeman yang berlaku sekarang ini.
Marjinal adalah komunitas yang terbuka untuk siapa saja yang ingin ikut melawan penindasaan dengan acara yang independen, kreatif, dan adil.
Kegiatan
Selain bermusik, Marjinal juga terlibat aktif dalam gerakaan perlawanan terhadap system yang menghegemoni. Marjinal sering melakukan pengorginisiran dan bekerja sama dengan komunitas yang lain. Marjinal juga melakukan perlawanan lewat graffiti, cukil, sablun, emblem, pin, dan rumah komunitas marjinal selain sebagai 'home base' juga sebagai media pendidikan dan distro.
Sejak Marjinal bermarkas di Gang Setiabudi, Setu Babakan, Jakarta Selatan, dari hari ke hari kian banyak saja anak muda yang datang dan terlibat dalam program workshop. Selain membuka workshop cukil kayu dan musik, Marjinal mengusahakan distro sederhana. Sebuah lemari etalase diletakkan di beranda, menyimpan pelbagai produk Taringbabi; dari kaos, kaset, pin, stiker, emblem, zine sampai buku-buku karya Pramoedya Ananta Toer. Di dinding didisplay puluhan desain kaos, di ruang tamu yang selalu riuh itu. Di tengah-tengah kotak display, ada gambar tengkorak yang berbarik sebagai ikon Taringbabi.
Para punker biasanya datang secara berkelompok. Biasanya mereka duduk-duduk di beranda depan, melepas penat, setelah seharian berada di jalanan, sambil asyik ngobrol dan bermain musik. Dengan ukulele (kentrung), gitar dan jimbe mereka menyanyikan lagu-lagu Marjinal. Bob dan Mike pun ikut nimbrung bernyanyi bersama. Mike memberitahu accord atau nada sebuah lagu, dan menjelaskan makna dari lirik lagu itu. Proses belajar dan mengajar, secara tidak langsung terjadi di komunitas, dengan rileks.
Sebagian besar anak-anak itu memilih hidup di jalanan, sebagai pengamen. Ada yang masih sekolah, banyak juga yang putus sekolah. Mereka mengamen untuk membantu ekonomi orangtua. Sebagian besar mereka berlatar belakang dari keluarga miskin kota, yang tinggal di kampung-kampung padat penduduk; Kali Pasir, Mampang, Kota, Matraman, Kampung Melayu, Cakung, Cengkareng, Cipinang dan lain sebagainya. Bahkan ada yang datang dari kota-kota seperti Medan, Batam, Serang, Bandung, Indramayu, Cirebon, Tegal, Pekalongan, Semarang, Yogyakarta,Ponorogo, Trenggalek, Malang, Surabaya, Denpasar, Makasar, Manado, dll. “Dengan mengamen mereka bisa bertahan hidup, dengan mengamen mereka bisa membiayai sekolah dan membantu belanja sembako untuk ibu mereka.,” kata Mike, aktifis Marjinal.
Jika sekilas memandang penampilan mereka, boleh dibilang sebagai punk: ada yang berambut mohawk, jaket penuh spike, kaos hitam bergambar band-band punk dengan pelbagai slogan anti kemapanan. Kaki mereka dibalut celana pipa ketat dan mengenakan sepatu boot, ada juga yang hanya bersandal jepit.
Bagi anak-anak jalanan itu, Marjinal bagaikan oase, mata air yang menyegarkan kehidupan dan hidup mereka, di tengah cuaca kebudayaan Indonesia yang masih memarjinalkan anak-anak miskin ibu kota.
Marjinal juga membawakan lagu-lagu yang cocok untuk mereka yang tertindas, mencoba untuk bisa memberikan motivasi kepada mereka. Dengan lirik lagu yang agak menyindir,membuat saya bangkit untuk melawan penindasan.
Jati PD..
Nih ada lagu-lagunya Marjinal.
Negri Ngeri..
Marjinal ~ Negri Ngeri
Negri ngeri merupakan sebuah lagu yang berlirik akan kesengsaraan masyarakat Indonesia, padahal negara ini mempunyai banyak Sumber Daya Alam dan kekayaan lain, tetapi semua masyarakat kita masih berkelit dalam kemiskinan
Marjinal ~ Luka Kita
Luka Kita merupakan lagu Marjinal untuk korban gempa & tsunami di Aceh 26 Desember 2006 silam. Luka yang diderita para korban, diapresiasikan melalui lagu ini.
Negri ngeri merupakan sebuah lagu yang berlirik akan kesengsaraan masyarakat Indonesia, padahal negara ini mempunyai banyak Sumber Daya Alam dan kekayaan lain, tetapi semua masyarakat kita masih berkelit dalam kemiskinan
Luka Kita merupakan lagu Marjinal untuk korban gempa & tsunami di Aceh 26 Desember 2006 silam. Luka yang diderita para korban, diapresiasikan melalui lagu ini.
Cinta Pembodohan, lagu yang dikhususkan oleh anak muda sekarang. Cinta bukan salah satu jalan untuk mengakhiri hidup, kini banyak orang bunuh diri akibat gagal dalam cintanya. Sesungguhnya cinta itu tidak untuk dipermainkan seperti anak sekarang. Mereka kebanyakan mencari cinta untuk pamor doang.
Ahh,,capek ngejelasin lagu-lagunya, mending dengerin aja langsung
Marjinal ~ Saut
Marjinal ~ Rakyat Biasa
Betul sob cinta itu bukan untuk berpacaran ,tp cinta pd semua org,itulah cinta,klo cinta pacaran ,bukan cinta namanya,tp bunuj diri berenang dilautan tanpa pengaman,,untung2an,hahaha good luck marjinal,,punk cinta damai